Sabtu, 28 April 2012

Memupuk Rasa Percaya Diri


Oleh Jacinta F. Rini Team e-psikologi
Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari "tidak pede" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Saya yakin hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri  dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut.  Ruang konseling di website inipun banyak diwarnai dengan pertanyaan seputar kasus-kasus yang berhubungan dengan krisis kepercayaan diri tersebut. Sudah tentu, hilangnya rasa percaya diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada tantangan atau pun situasi baru. Individu sering berkata pada diri sendiri, “dulu saya tidak penakut seperti ini....kenapa sekarang jadi begini ?” ada juga yang berkata:  "kok saya tidak seperti dia,...yang selalu percaya diri...rasanya selalu saja ada yang kurang dari diri saya...saya malu menjadi diri saya!”
Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan dalam benak kita: mengapa rasa percaya diri begitu penting dalam kehidupan individu. Lalu apakah kurangnya rasa percaya diri dapat diperbaiki sehingga tidak menghambat perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam hubungan interpersonal. Jika memang rasa kurnag percaya diri dapat diperbaiki, langkah-langkah apakah yang harus dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan saya jawab dalam artikel ini.
Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun  terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa – karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.  
Karakteristik
Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang percaya diri
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :

  • Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
  • Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
  • Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain – berani menjadi diri sendiri
  • Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
  • Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
  • Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, ornag lain dan situasi di luar dirinya
  • Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.
Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang kurang percaya diri
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah:

  • Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
  • Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan
  • Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri – namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
  • Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
  • Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
  • Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)
  • Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu
  • Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain)
Perkembangan Rasa Percaya Diri 
Pola Asuh
Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.Sikap orangtua, akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun karena eksisitensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri – seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya.
Lain halnya dengan orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anak, atau suka mengkritik, sering memarahi anak namun kalau anak berbuat baik tidak pernah dipuji, tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai oleh anak, atau pun seolah menunjukkan ketidakpercayaan mereka pada kemampuan dan kemandirian anak dengan sikap overprotective yang makin meningkatkan ketergantungan. Tindakan overprotective orangtua, menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak karena anak tidak belajar mengatasi problem dan tantangannya sendiri – segala sesuatu disediakan dan dibantu orangtua. Anak akan merasa, bahwa dirinya buruk, lemah, tidak dicintai, tidak dibutuhkan, selalu gagal, tidak pernah menyenangkan dan membahagiakan orangtua. Anak akan merasa rendah diri di mata saudara kandungnya yang lain atau di hadapan teman-temannya.
Menurut para psikolog, orangtua dan masyarakat seringkali meletakkan standar dan harapan yang kurang realistik terhadap seorang anak atau pun individu. Sikap suka membanding-bandingkan anak, mempergunjingkan kelemahan anak, atau pun membicarakan kelebihan anak lain di depan anak sendiri, tanpa sadar menjatuhkan harga diri anak-anak tersebut.  Selain itu, tanpa sadar masyarakat sering menciptakan trend yang dijadikan standar patokan sebuah prestasi atau pun penerimaan sosial. Contoh kasus yang riil pernah terjadi di tanah air, ketika seorang anak bunuh diri gara-gara dirinya tidak diterima masuk di jurusan A1 (IPA), meski dia sudah bersekolah di tempat yang elit; rupanya sang orangtua mengharap anaknya diterima di A1 atau paling tidak A2, agar kelak bisa menjadi dokter. Atau, orangtua yang memaksakan anaknya ikut les ini dan itu, hanya karena anak-anak lainnya pun demikian. 
Situasi ini pada akhirnya mendorong anak tumbuh menjadi individu yang tidak bisa menerima kenyataan dirinya, karena di masa lalu (bahkan hingga kini), setiap orang mengharapkan dirinya menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Dengan kata lain, memenuhi harapan sosial.  Akhirnya, anak tumbuh menjadi individu yang punya pola pikir : bahwa untuk bisa diterima, dihargai, dicintai, dan diakui, harus menyenangkan orang lain dan mengikuti keinginan mereka. Pada saat individu tersebut ditantang untuk menjadi diri sendiri – mereka tidak punya keberanian untuk melakukannya. Rasa percaya dirinya begitu lemah, sementara ketakutannya terlalu besar.
Pola Pikir Negatif
Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian, bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi individu terhadap seseorang atau pun sebuah peristiwa, amat dipengaruhi oleh cara berpikirnya. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinya lah semua negativisme itu berasal.  Pola pikir individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:

  • Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri (“saya harus bisa begini...saya harus bisa begitu”). Ketika gagal, individu tersebut merasa seluruh hidup dan masa depannya hancur.
  • Cara berpikir totalitas dan dualisme : “kalau saya sampai gagal, berarti saya memang jelek”
  • Pesimistik yang futuristik : satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya, mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak akan lulus sarjana.
  • Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism : suka mengkritik diri sendiri dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.
  • Labeling : mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan negatif, seperti “saya memang bodoh”...”saya ditakdirkan untuk jadi orang susah”, dsb....
  • Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain : ketika orang memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.
  • Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri : senang mengingat dan bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu langsung merasa menjadi orang tidak berguna.
Memupuk Rasa Percaya Diri 
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya. Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangkan jika anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri.  
1. Evaluasi diri secara obyektif
Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar “kekayaan” pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan diri.  Sadari semua asset-asset berharga Anda dan temukan asset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi perkembangan diri Anda, seperti : pola berpikir yang keliru, niat dan motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab eksternal lain. Hasil analisa dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.
2. Beri penghargaan yang jujur terhadap diri
Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu Anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan; contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri – hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.
3. Positive thinking
Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak Anda. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nobody’s perfect dan it’s okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif menguasai pikiran dan perasaan Anda. Hati-hatilah agar masa depan Anda tidak rusak karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di re-view kembali secara logis dan rasional. Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.
4. Gunakan self-affirmation
Untuk memerangi negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya: 
  • Saya pasti bisa !!
  • Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh menentukan hidup saya !
  • Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan
  • Sayalah yang memegang kendali hidup ini
  • Saya bangga pada diri sendiri
5. Berani mengambil resiko
Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, Anda bisa memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, Anda tidak perlu menghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah atau pun mengatasi resikonya. Contohnya, Anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari resiko ditolak. Jika Anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada resiko dan tantangannya. Namun, lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan mengambil resiko. Ingat: No Risk, No Gain.
6. Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan
Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan dan keputusasaan. Dengan “beban” seperti itu, bagaimana individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat “cemburu” hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang Anda alami dan percayalah bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup Anda.
7. Menetapkan tujuan yang realistik
Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang Anda tetapkan selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian anda akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya resiko yang tidak diinginkan.
Mungkin masih ada beberapa cara lain yang efektif untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Jika anda dapat melakukan beberapa hal serpti yang disarankan di atas, niscaya anada akan terbebas dari krisis kepercayaan diri.  Namun demikian satu hal perlu diingat baik-baik adalah jangan sampai anda mengalami over confidence atau rasa percaya diri yang berlebih-lebihan/overdosis. Rasa percaya diri yang overdosis bukanlah menggambar kondisi kejiwaan yang sehat karena hal tersebut merupakan rasa percaya diri yang bersifat semu.
Rasa percaya diri yang berlebihan pada umumnya tidak bersumber dari potensi diri yang ada, namun lebih didasari oleh tekanan-tekanan yang mungkin datang dari orangtua dan masyarakat (sosial), hingga tanpa sadar melandasi motivasi individu untuk “harus” menjadi orang sukses. Selain itu, persepsi yang keliru pun dapat menimbulkan asumsi yang keliru tentang diri sendiri hingga rasa percaya diri yang begitu besar tidak dilandasi oleh kemampuan yang nyata. Hal ini pun bisa didapat dari lingkungan di mana individu di besarkan, dari teman-teman (peer group) atau dari dirinya sendiri (konsep diri yang tidak sehat). Contohnya, seorang anak yang sejak lahir ditanamkan oleh orangtua, bahwa dirinya adalah spesial, istimewa, pandai, pasti akan menjadi orang sukses, dsb – namun dalam perjalanan waktu anak itu sendiri tidak pernah punya track record of success yang riil dan original (atas dasar usahanya sendiri). Akibatnya, anak tersebut tumbuh menjadi seorang manipulator dan dan otoriter – memperalat, menguasai dan mengendalikan orang lain untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Rasa percaya diri pada individu seperti itu tidaklah didasarkan oleh real competence, tapi lebih pada faktor-faktor pendukung eksternal, seperti kekayaan, jabatan, koneksi, relasi, back up power keluarga, nama besar orangtua, dsb. Jadi, jika semua atribut itu ditanggalkan, maka sang individu tersebut bukan siapa-siapa. (jp)
sumber : www.e-psikologi.com
b.Kompetensi

Persoalan dalam impelementasi MSDM berbasis kompetensi menurut Murgiyono (2002: 11) adalah bagaimana dapat mengetahui, mengukur, dan mengembangkan kompetensi untuk membina pegawai yang profesional. Ini selaras dengan tujuan utama kompetensi pegawai yaitu:
 
1.       sebagai persyaratan dalam penyusunan pola karir personel,
2.       menjamin obyektifitas, keadilan dan transparansi dalam pengangkatan personel dalam jabatan,
3.        menjamin keberhasilan pelaksanaan tugas jabatan secara profesional, efektif, dan efisien, dan
4.       mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Prasyarat diatas sesuai dengan pendapat Mitrani (1995:27) yang mengartikan kompetensi sebagai kemampuan, yaitu: “suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya dapat meningkatkan prestasi kerja”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan yang dimaksudkan dengan kompetensi adalah karakteristik dasar yang dimiliki seseorang berupa pengetahuan, keahlian, sikap/perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya, sehingga dapat meningkatkan prestasi kerja secara profesional.
Menurut Spencer & Spencer (1993: 9), ada lima karakteristik kompetensi yaitu:
a.       Motives, adalah sesuatu yang selalu dipikirkan dan diinginkan seseorang yang dapat mengarahkan, mendorong atau menyebabkan orang melakukan tindakan. Motivasi ini mengarahkan seseorang untuk menentukan atau menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan (Armstrong, 1990: 68).
b.      Traits, merujuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi.
c.       Self concept, yakni sikap, nilai atau image yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri. Self concept ini akan memberikan keyakinan pada seseorang siapa jatidirinya dan perilakunya.
d.      Knowledge, adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu.
e.      Skill, merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas mental atau tugas fisik tertentu. Berbeda dengan keempat karakteristik kompentensi lainnya yang bersifat “inten” dalam diri individu, skill merupakan karakteristik kompetensi yang berupa “action”. Skill mewujudkan sebagai perilaku yang didalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge.

Penanganan Pinjaman Bermasalah Part. II


 
Kredit bermasalah dapat diartikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur.Pinjaman bermasalah yang juga sering disebut non performing loan (NPL), dapat diukur dari kolektibilitasnya. Kolektibilitas merupakan gambaran kondisi pembayaran pokok dan jasa pinjaman serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan (dipinjamkan).
Penilaian kolektibilitas Pinjaman digolongkan ke dalam 5 kelompok:
-          Lancar (pass)
-          Dalam perhatian khusus (special mention)
-          Kurang lancar (substandard)
-          Diragukan (doubtful)
-          Macet (loss)
Apabila pinjaman dikaitkan dengan tingkat kolektibilitasnya, maka yang digolongkan pinjaman bermasalah adalah pinjaman yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar , diragukan, dan macet.
Persyaratan yang ketat dalam kebijakan perguliranakan mengurangi kemungkinan terjadinya pinjaman bermasalah, namun tidak akan menghilangkan timbulnya masalah-masalah seperti terjadinya default atau penunggakan pembayaran.
Kecenderungan kerugian yang timbul dari pinjaman yang disalurkan pada dasarnya antara lain dikarenakan kurangnya perhatian UPK secara serius setelah pinjaman tersebut berjalan. Di samping itu, minimnya analisis yang dilakukan pada saat menerima pengajuan proposal pinjaman sampai dengan verifikasi pinjaman.Oleh sebab itu, permasalahan sesungguhnya adalah masalah pendeteksian dini.Bagaimana suatu kredit yang mulai mengalami masalah dapat segera diketahui sehingga masih terdapat waktu untuk melakukan tindakan pencegahan dan perlindungan terhadap kerugian. Dengan deteksi dini tersebut akan dapat dilindungi kerugian atau resiko yang tidak seharusnya terjadi. Ada 3 hal utama yang menyebabkan munculnya pinjaman bermasalah;
  1. Lemahnya aspek kepatuhan, hal ini menyangkut dengan tertib atau tidaknya penegakan terhadap aturan tentang sistem dan mekanisme pemberian pinjaman, aspek legal sebuah pemberian pinjaman sering terabaikan
  2. Lemahnya pengawasan sejak dini, dimulai dari pengambilan keputusan dan penetapannya, saat pemberian pinjaman atau pendanaan sampai dengan saat pinjaman tersebut telah diterima oleh kelompok
  3. Lemahnya pembinaan dilapangan, hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah atau mempersempit ruang penyalahgunaan dan menurunnya itikad baik dari kelompok/pemanfaat
Penanganan pinjaman bermasalah sebenarnya lebih sulit dibandingkan dengan menganalisis sebuah ajuan pinjaman baru, karena menganalisa pinjaman bermasalah memerlukan;
  1. Ketajaman analisis, yang melebihi analisa terhadap ajuan pinjaman baru, karena sebuah ajuan pinjaman baru dapat membuat analisa berdasarkan kasus yang sama. Sedangkan pada analisa pinjaman bermasalah tidak dapat dilakukan dengan cara mengcopy karena permasalahan yang dihadapi akan banyak sekali variasinya
  2. Keberanian mental, karena tenaga dan motivasi untuk menyelesaikan membutuhkan dedikasi yang tinggi
  3. Keseriusan penanganan dan semangat kerja, tanpa ketekunan dan kesabaran yang tinggi penyelesaian pinjaman bermasalah tidak akan pernah terjadi. Evaluasi dan review penanganan menjadi kunci
Dampak dari pinjaman bermasalah bagi UPK adalah;
  1. Faktor Likuiditas atau faktor kemampuan dalam memenuhi kewajiban, adalah salah satu indikator yang menentukan kelangsungan perkembangan UPK. Likuiditas dapat dibaca dari posisi neraca, yaitu aktiva lancar dibandingkan dengan kewajiban jangka pendeknya seperti alokasi surplus yang dibagikan atau hutang (cicilan motor, pembangunan kantor dan lain-lain). Walaupun pinjaman tidak dihitung sebagai pembanding dalam likuiditas namun pinjaman bermasalah akan mempengaruhi tingkat likuid sebuah UPK dan dianggap tidak mampu beroperasi dengan layak.
  2. Faktor Rentabilitas atau kemampuan UPK dalam menghasilkan jasa pinjaman, walaupun UPK bukan bentuk usaha yang berorientasi kepada keuntungan akan tetapi operasional UPK selanjutnya akan bergantung dari besaran jasa yang diterima dari setiap pinjaman lancar karena pinjaman bermasalah tidak mungkin menghasilkan jasa
  3. Faktor Profitabilitas atau kemampuan UPK untuk menghasilkan keuntungan (surplus), walaupun UPK bukan berorientasi pada laba akan tetapi sebuah surplus mencerminkan kinerja keuangan sebuah UPK. Dengan surplus manfaat kegiatan dana bergulir dapat dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk lain melalui dana sosial, penguatan kelembagaan dan sebagainya
  4. Faktor Biaya, salah satu dampak langsung dari penangan pinjaman bermasalah adalah biaya-biaya tambahan antara lain;
    1. Legal cost, biaya yang ditimbulkan berkaitan dengan aspek hukum
    2. Administrative cost, biaya akibat proses penanganan yang berkaitan dengan pelaporan, pendokumentasian dan lain-lain
    3. Opportunity cost, biaya ini biasanya tidak pernah diperhitungkan di lapangan akan tetapi berdampak langsung pada estimasi pendapatan (RAPB) yang seharusnya menjadi produktif
    4. Carriying cost, biaya yang timbul dikarenakan ada pinjaman yang harus dihapuskan dengan kata lain ada kehilangan/pengurangan modal yang untuk mengganti kerugian tersebut UPK harus mengeluarkan minimal 20 kali lipat pinjaman yang sehat (jika pendapatan atas jasa bersih mencapai angka 5%)
    5. Management cost, yaitu biaya yang harus dikeluarkan dalam penanganan pinjaman bermasalah karena harus membentuk tim khusus dalam melakukan upaya penyehatan
Melihat uraian tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa aspek kehati-hatian dengan penegakan prinsip dan prosedur pengelolaan kegiatan dana bergulir menjadi prioritas utama.





Tahapan Penanganan Pinjaman Bermasalah
Ada beberapa pentahapan yang dilakukan dalam penanganan pinjaman bermasalah;

Tahap I
Pada tahap awal ini pengurus UPK dan BP-UPK melakukan analisa terhadap informasi yang berasal dari laporan keuangan UPK setiap bulannya yaitu (i) laporan perkembangan pinjaman (SPP dan UEP) tentang besaran tingkat pengembalian dan tunggakan (ii) laporan kolektibilitas yang menginformasikan gambaran kelancaran pembayaran dari kelompok. Yangterpenting dari analisa kedua laporan tersebut adalah tingkat keakuratan dan kelengkapan data.
Dari hasil analisa tersebut akan terlihat besaran dana dan kelompok yang mengalami permasalahan, langkah selanjutnya adalah melakukan pemisahan antara pinjaman yang masuk dalam kolektibilitas I, II, III dan pinjaman pada kolektibilitas IV, V atau masuk dalam katagori pinjaman bermasalah.
Data pinjaman bermasalah tersebut kemudian dilaporkan kepada BKAD beserta laporan hasil penanganan yang telah dilakukan sebelumnya, data perjanjian pemberian pinjaman dan kartu kontrol pinjaman, atas dasar inilah BKAD dapat membentuk Tim Penyehatan Pinjaman dengan mempertimbangkan aspek kemampuan pendanaan operasional dan kemampuan unsur-unsur yang terlibat, untuk mendalami lebih lanjut permasalahan kemudian memberikan rekomendasi alternatif penyelesaian.

Tahap II
Langkah selanjutnya adalah melakukan pendalaman permasalahan berdasarkan informasi yang diterima oleh Tim Penyehatan Pinjaman. Tim tersebut kemudian melakukan identifikasi dan melakukan penilaian terhadap aspek-aspek yang disepakati dengan caramengunjungi langsung kelompok yang mengalami permasalahan pinjaman, identifikasi minimal dilakukan dengan menggunakan format identifikasi dan penilaian pinjaman bermasalah (penjelasan X) yaitu melakukan penilaian pada aspek kelembagaan dan kemampuan dengan memperhatikan faktor internal pemanfaat dan faktor eksternal. Hasil identifikasi tersebut kemudian dilakukan penggolongan menurut katagori permasalahannya, penggolongan ini dimaksudkan guna mempermudah pengambilan alternati-alternatif penyelesaian yang akan direkomendasikan (instrumen tersedia di PTO Penjelasan X).
Melalui pendekatan personal alternatif-alternatif penyelesaian permasalahan kemudian ditawarkan terlebih dahulu pada kelompok/pemanfaat pinjaman bermasalah untuk mendapatkan tanggapan. Kesepakatan mufakat dan dan tawar menawar model penyelesaian akan bergantung pada itikad baik kedua belah pihak. Hasil kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam dokumen hasil kesepakatan penyelesaian pinjaman bermasalah.
Setelah kesepakatan alternatif-alternatif penyelesaian pada Tim Penyehatan Pinjaman kemudian dituangkan dalam rekomendasi yang akan disampaikan kepada MAD untuk kembali dibahas dan ditetapkan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan alternatif penyelesaian adalah;
  1. Pola penyelesaian harus sesuai dengan kemampuan masyarakat sampai dengan tingkat pemanfaat
  2. Transparansi pengelolaan pinjaman bermasalah dengan pelibatan masyarakat secara luas
  3. Penyelesaian berdasarkan kesepakatan kelompok/pemanfaat dibuat berdasarkan beberapa tahapan secara transparan
  4. Meningkatkan kesadaran hukum melalui proses advokasi yang sesuai dengan hak masyarakat sebagai pembelajaran tentang  proses hukum

Tahap III
Tahap ini adalah tahap pengambilan keputusan yang akan ditetapkan sebagai pola penyelesaian melalui MAD, disini pula ditetapkan target capaian,tersusunnya target waktu, perencanaan kegiatan, mekanisme pelaporan dan penetapan personil yang terlibat dalam penyehatan pinjaman. Yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah keterlibatan dan keterwakilan masyarakat, kelengkapan informasi dan dokumen hasil identifikasi dan verifikasi agar keputusan dapat ditetapkan dengan adil dan objektif

Terdapat 5 pola keputusan sesuai kondisi setiap permasalahan yang dapat ditawarkan;
  1. Pola I dengan Penjadwalan Ulang adalah melakukan penjadwalan ulang atau membuat jadwal angsuran yang baru sesuai dengan kondisi usaha kelompok. Dalam pola ini kemungkinan akan terjadi perpanjangan jangka waktu pinjaman, perubahan pola angsuran tanpa mengubah jumlah angsuran.
  2. Pola II dengan Restrukturisasi Pinjaman adalah melakukan perubahan pola angsuran yang dikaitkan dengan realitas penggunaan dana. Restrukturisasi ini memungkinkan terjadinya perubahan jadwal angsuran dengan perpanjangan waktu pinjaman, perubahan pola angsuran misalnya dari bulanan menjadi triwulan, perubahan jumlah angsuran dan juga dilakukan persyaratan pinjaman yang baru dengan penandatanganan surat perjanjian pemberian pinjaman.
  3. Pola III dengan Pengurangan Kewajiban adalah pola penyehatan pinjaman bermasalah yang memberikan pengurangan jasa pinjaman jika mempunyai itikad pengembalian pokok dengan jasa pinjaman secara sekaligus seluruhnya untuk tunggakan pokok dan jasa pinjaman. Pola ini bisa digunakan untuk penyebab force majeure dengan memberikan pengurangan pokok atau jasa pinjaman sampai dengan 100 %.
  4. Pola IV : Kompensasi adalah pola penyehatan pinjaman bermasalah dengan cara melakukan kompensasi harta. Pola ini diterapkan pada pinjaman bermasalah akibat penyelewengan dana. Besaran kompensasi paling tidak harus sesuai dengan jumlah dana yang diselewengkan. Dalam kompensasi harta ini diutamakan adalah barang yang mudah dijual dan mempunyai nilai jual yang baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kompensasi di antaranya adalah:
1)      Adanya kesepakatan tertulis antara UPK dengan individu yang menyalahgunakan dana, yang berisi bahwa telah terjadi penggunaan sejumlah dana, ketidaksanggupan mengganti dana secara tunai,  dan bersedia  melakukan kompensasi harta/barang yang dimilikinya (tercantum adanya pasal yang menyatakan bahwa barang/harta tersebut miliknya dan bebas sengketa) dengan sepengetahuan istri/suami atau keluarganya.
2)      Adanya pernyataan kuasa menjual barang (misalnya dengan cara lelang) tersebut dengan harga minimal (sesuai harga pasar yang wajar)  dan hasil penjualan digunakan untuk mengembalikan dana yang diselewengkan, jika hasil penjualan kurang dari dana yang diselewengkan maka kekurangan tetap sebagai kewajiban yang harus dilunasi oleh penyeleweng.
3)      Adanya batas waktu kompensasi untuk selanjutnya jika melewati batas waktu tersebut maka diselesaikan lewat jalur hukum.
4)      Jika harta yang dikompensasikan merupakan harta tetap (misalnya bangunan atau tanah) yang memerlukan peningkatan status kepemilikan maupun pengamanan yang bersifat yuridis maka agar dikonsultasikan kepada notaris.
  1. Pola V : Aspek hukum/litigasi adalah pola penyehatan yang akan diselesaikan dengan penyelesaian hukum, pola ini biasanya digunakan untuk permasalahan penyelewengan dana atau diterapkan kepada pemanfaat/kelompok yang tidak mempunyai itikad yang baik.  Dalam melakukan proses hukum harus dikonsultasikan kepada ahli hukum apakah termasuk perkara pidana atau perdata.

Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam pengambilan keputusan dalam forum MAD adalah;
-          Biaya Penghapusan Pinjaman dapat dilakukan sesuai dengan realisasi penghapusan dan tidak diperbolehkan mengelola cadangan penghapusan secara terpisah (mengelola dana cadangan dengan melakukan pembebanan biaya tanpa adanya penghapusan pinjaman). Realisasi penghapusan pinjaman sebagai dasar pembebanan biaya
-          Pendananan Tim Penyehatan Pinjaman maksimal 2 % dari nilai tunggakan di atas 6 bulan yang berhasil ditagih dan dibebankan pada biaya lain-lain;
-          Ketentuan Penghapusan Pinjaman diatur sebagai berikut :
Penghapusan Pinjaman digolongkan dalam dua jenis penghapusan sebagai berikut :
o   Hapus Buku adalah penghapusan pokok pinjaman dari pembukuan UPK sehingga tidak tampak dalam laporan keuangan Neraca Program. Masyarakat melalui UPK masih mempunyai hak tagih (pokok, jasa dan denda pinjaman yang tertunggak) pada peminjam sehingga UPK tetap melakukan pencatatan sebagai catatan administratif untuk melakukan penagihan atau pola penyelesaian lain sesuai dengan hasil ketentuan Pengelolaan Pinjaman Bermasalah. Tujuan dari hapus buku ini adalah agar Laporan keuangan tidak dibebani oleh pinjaman yang tidak produktif. Sebagai akibat dalam penghapusan ini adalah Biaya Penghapusan yang akan berdampak pada perolehan laba maupun kumulatif laba ditahan.  Dengan dilakukan hapus buku perhitungan jasa pinjaman tidak dibebankan lagi, namun demikian penyelesaian total tunggakan (pokok, jasa pinjaman dan denda) yang telah ada tetap harus diselesaikan oleh peminjam. Penyelesaian dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Terhadap kelompok yang dihapuskan dan individu yang tercatat sebagai pemanfaat yang tidak menyelesaikan kewajiban tidak diperkenankan sebagai pemanfaat pada perguliran selanjutnya dan UPK harus membuat sejenis daftar hitam (black list) kelompok dan peminjam yang disampaikan pada MAD atau BKAD.
Catatan administratif akibat hapus buku harus disampaikan pada MAD sehingga masyarakat mengetahui bahwa prosedur hapus buku tidak sama dengan pemutihan atau hapus mutlak, catatan ini juga diserahkan kepada Tim Penyehatan Pinjaman dan membuat laporannya setiap bulanannya
o   Hapus Mutlak adalah penghapusan pokok pinjaman dan hak tagih yang diakibatkan oleh force majeure (bencana alam, kerusuhan, dan sebagainya) atau meninggalnya pemanfaat. Masyarakat melalui keputusan MAD telah merelakan seluruh kewajiban untuk tidak ditagih lagi. Sebagai akibat dalam penghapusan ini adalah Biaya Penghapusan yang akan berdampak pada perolehan laba maupun kumulatif laba ditahan. Keputusan hapus mutlak harus dilampiri dengan dokumen pelengkap untuk memperkuat hasil keputusan MAD. Misalkan, surat keterangan kematian, keputusan lokasi bencana dan lain-lain
-          Syarat yang harus diperhatikan dalam penghapusan pinjaman:
o   Pinjaman yang akan dihapuskan merupakan pinjaman bermasalah yang telah dilakukan pengelolaan sesuai dengan ketentuan Pola Penanganan Pinjaman Bermasalah. Realisasi penghapusan pokok pinjaman sebagai dasar pembebanan biaya.
o   Ketentuan penghapusan mempertimpangkan surplus yang telah diperoleh agar tetap terjadi pelestarian permodalan (pokok pinjaman awal yang diterima pada wilayah tersebut).
o   Penghapusan pinjaman akibat force majeure (misalnya: bencana alam, kerusuhan dan sebagainya) yang memerlukan pendanaan yang akan mengurangi pokok pinjaman awal maka ketentuan penghapusan harus melibatkan keputusan  pemerintah atau pemerintah daerah dengan membentuk Tim Khusus untuk melakukan evaluasi rencana penghapusan tersebut.
o   Mekanisme keputusan pada tingkat kecamatan mengacu pada hasil pengelolaan pinjaman bermasalah.
o   Perkembangan laporan pinjaman hapus buku tetap harus dibuat dan dipertanggungjawabkan oleh UPK bersama tim penyehatan pinjaman kepada masyarakat melalui MAD atau BKAD.
o   Dokumen hapus mutlak harus tetap disimpan oleh UPK dan merupakan dokumen program.

Tahap IV
Tahap evaluasi dan perbaikan, sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya secara berkala tim penyehatan penyampaiakan progres penanganan dan mengevaluasi hasil capaian, apakah penyelesaian berjalan sesuai dengan yang direncanakan atau perlu melakukan review di beberapa langkah.