Kamis, 10 April 2014

Epistemik Politik dan Pelembagaan Local Good Governance




Reformasi politik di tingkat lokal adalah imbas dari reformasi politik di tingkat nasional. Sistem politik yang sentralistik dikambinghitamkan sebagai biang keladi terjadinya krisis politik dan ekonomi yang terjadi, yang ditandai dengan olengnya kekuasaan presiden Suharto di pertengahan tahun 1990-an. Turunnya Presiden Suharto dari tampuk kepresidenan di republik ini menandai bermulanya proses reformasi politik. Agenda utama dalam reformasi tersebut adalah desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan. Kondisi ideal yang ingin dicapai oleh kedua alur reformasi tersebut adalah terlembaganya suatu good governance di semua tingkatan pemerintahan, yang berpilarkan prinsip demokrasi dan otonomi.
Makalah ini berusaha untuk mencermati proses reformasi ke arah tersebut dari segi realisasi ide. Asumsinya adalah bahwa reformasi ke arah itu justru harus dilakukan dengan mengacu-pada nilai-nilai otonomi dan demokrasi itu sendiri. Jelasnya, demokratisasi mesti berlangsung secara demokratis, dan pengembangan otonomi daerah harus berpijak pada pemaknaan otonomi itu sediri secara tepat. Konsep ‘politik’ dalam makalah ini digunakan dalam konteks perjuangan antar berbagai ide dan realisasinya dalam berbagai konteks, tanpa harus terjebak pada keterlibatan aktor-aktor yang selama ini memakai atribut politik seperti partai politik atau lembaga perwakilan rakyat.
Ketika kita memaknai politik tidak hanya terbatas pada peran aktor-aktor tersebut, maka segera terlihat bahwa ada kumunitas kecil yang sebetulnya memegang peran kunci dalam menentukan nasib publik, namun mereka selama ini diasumsikan bersifat atau berperan secara a-politis. Komunitas kecil ini, dalam studi kebijakan, disebut sebagai epistemic community (komunitas epistemik).1 Istilah politik epistemik dalam makalah ini merujuk pada kiprah politik komunitas ini dalam menyediakan ide-ide perubahan, khususnya seputar pemaknaan dan penjabaran reformasi ke arah terlembaganya good governance.
Berhubung issue yang dibahas dalam makalah ini senantiasa melibatkan konsep-konsep, maka makalah ini tidak sepenuhnya bersifat empirik. Sungguhpun demikian, penyajiannya diupayakan se-empirik mungkin. Ilustrasi-ilustrai yang yang dirujuk di sana sini sepanjang pembahasan makalah ini kebanyakan diambil dari hasil sementara dari penelitian yang dilakukan di Wonogiri, Jawa Tengah. Ketika presentasi makalah ini dilakukan, penelitian ini belum selesai.
Good Governance Sebagai Agenda Reformasi.
Semangat reformasi politik yang mulai bergulir di Indonesia sejak tahun 1997 adalah pembalikan karakteristik tatanan politik yang telah terpola selama beberapa dekade. Sentralisme penyelenggaraan pemerintahan ingin dibalik menjadi tatanan yang desentralistik, dan otoritarianisme ingin dibalik menjadi tatanan pemerintahan yang demokratis. Regime kesemena-menaan penguasa ingin diganti dengan regime pemihakan terhadap rakyat. Meskipun kenginan untuk melakukan perubahan ke arah tersebut telah meluas, perubahan itu sendiri tidak bisa berjalan dengan sendirinya. Perubahan tersebut hanya bisa difahami sebagai hasil tarik ulur antara para pelaku politik utama. Hal ini sangat jelas terlihat kalau kita fahami proses reformasi dari kerangka berfikir transisi menuju demokrasi.2
Reformasi ini tidak bisa diprogram secara teknokratik oleh pemerintah. Persoalannya, dalam banyak hal, justru ada pada pemerintah itu sendiri. Terlepas dari persoalan seberapa mendalam perubahan telah terjadi, yang jelas, begitu kata Satjipto Rahardjo, panoramanya sudah berubah.3 Pada tataran formal berubahan sudah mulai merebak, namun pada tataran substantif perubahan masih belum signifikan. Adanya persoalan tarik ulur ini menjelaskan mengapa yang terjadi adalah reformasi setengah hati.4
Masyarakat menaruh harapan besar terhadap reformasi politik di tingkat lokal. Tantangan untuk mewujudkan sangatlah berat karena dua aras perubahan ingin direngkuh dalam “sekali dayung”. Desentralisasi sedikit banyak menghasilkan keterkejutan pemerintah daerah mengingat selama ini tidak pernah merasakan bagaimana memiliki otonomi. Keterkejutan ini akan diperparah oleh tuntutan agar kekuasaan luas yang baru diterimanya tidak menghidupkan otoritarianisme di tingkat lokal.
Dambaan bagi terlembaganya suatu penyelenggaraan pemerintahan yang baik (local good governanve) mengedepan bersamaan dengan melimpahnya caci-maki penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik dan otoriter yang dipraktekkan semasa kepemimpinan Presiden Suharto. Ukuran yang populer saat ini untuk melihat baik tidaknya penyelenggaraan pemerintahan dirumuskan berdasarkan idealitas ‘otonomi’ dan ‘demokrasi’. Makalah ini akan juga menggunakan kerangka pemikiran yang populer ini, namun perlu untuk mendudukkan bahwa pada masa kejayaan pemerintahan Suharto, pola penyelenggaraan pemerintahan yang dilembagakan saat itu, adalah pola yang dianggap terbaik.
Jargon good governance memang baru belakangan ini memperoleh popularitas, namun bukan berarti bahwa Presiden Suharto tidak memiliki konsep penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Persoalannya, adalah apa yang waktu itu difahami sebagai good governanve kini sudang dianggap sebagai pola yang usang. Singkat kata, reformasi politik di tingkat lokal melibatkan proses penting yang tidak mudah dilihat, yakni melakukan pemaknaan ulang terhadap konsep tentang penyelenggaraan pemerintahan. Sehubungan dengan hal ini, ada beberapa hal penting yang perlu di catat.
Pertama, konsep penyelenggaraan pemerintahan sudah bersifat build in pada benak dan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pemerintahan. Sungguhpun demikian, bukan berarti bahwa konsep-konsep yang ada bisa dijalankan dengan baik. Problema penyelenggaraan pemerintahan di masa Orde Baru, pada dasarnya bukan semata berakar pada kualitas konsepnya semata, melainkan juga pada ketidakmampuan merealisasikan konsep-konsep tersebut.
Kedua, sementara makna good governanve versi lama sudah jauh kehilangan popularitas, pemaknaan konsep good governance dalam versi baru masih simpang siur. Bias pemaknaan konsep good governance ini menjadi sulit dielakkan manakala konsep ‘good governance’ itu sendiri sebetulnya, secara praktis, diperankan sebagai stigma untuk mende-legitimasikan sentralisme dan otoritarianisme yang terlembaga pada era Orde Baru. Peran stigmatik konsep good governance sebetulnya tidak bisa dipisahkan dari sangat derasnya arus perwacanaan dalam kerangka berfikir yang neo-liberal, yang pada dasarnya tigak terlampau setuju dengan adanya peran sentral negara.
Ketiga, pemaknaan konsep good governance saat ini terjadi dalam suasana dimana hegemoni wacana yang berakar pada liberalisme terlihat sangat kental. Liberalisme difahami sebagai pintu pendobrak otoritarianisme, namun masih menjadi pertanyaan besar apakah hal itu akan terlembaga. Dalam suasana dimana hegemoni faham liberal di era reformasi ini sangat kuat, ukuran bagi baik buruknya penyelenggaraan pemerintahan bisa bergeser dari otonomi dan demokrasi, menjadi liberal atau tidak. Pola good governanve a la liberal mungkin bisa terlembaga kalau masyarakat dan pejabat sama-sama sepenuh hati meliberalkan diri. Kecenderungan yang terjadi adalah sabotasi terhadap liberalisme dalam arti bahwa masyarakat mau enaknya memiliki kebebasan, namun tidak mau menanggung persyarakat-persyaratan untuk tegaknya sistem yang liberal itu. Sebagai contoh, maraknya demostrasi adalah pertanda dari pemanfaatan secara baik iklim politik liberal, namun penghargaan terhadap hak orang lain tidak dilindungi tatkala melakukan hal itu.
Reformasi, dalam dirinya mensiratkan arti penting ide-ide baru. Kalau point-point tersebut di atas dicermati, penentuan arah reformasi penyelenggaraan pemerintahan melibatkan suatu proses pertarungan ide. Pertarungan itu terjadi melalui berbagai bentuk pembingkaian alur wacana. Dalam konteks inilah makalah ini berbicara tentang politik epistemik. Persoalannya, bukan hanya apa dan siapa yang mengutarakan ide-ide, tetapi juga bagaimana ide-ide tersebut diperankan dalam proses reformasi. Aktor yang terlibat dalam politik ide ini memang tidak terbatas pada organ-organ yang secara sempit didefinisikan lembaga-lembaga politik (seperti partai-partai politik, DPR dan kepala daerah) namun juga organ-organ yang semala ini “berkelit” untuk diidentifikasi sebagai aktor politik, seperti yakni universitas, pusat-pusat pengkajian, assosiasi keilmuan dan sebagainya.
Dari regime ke regime, universitas dan berbagai organ epistemik lainnya memiliki peranan besar dalam pembingkaian makna konsep-konsep yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan. Dalam kerangka ini, universitas berikut para ahli yang ada di dalamnya, di satu sisi memperlihatkan kepedulian terhadap lingkungannya, di sisi lain, berpeluang untuk menggiring terjadinya bias bagi penyelenggaraan pemerintahan. Contoh yang menarik adalah pemaknaan konsep otonomi. Dalam tradisi keilmuan administrasi negara, otonomi daerah dimaknai sebagai pemberian kewenangan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dari cara pandang administratif ini, “pemilik” otonomi adalah pemerintah daerah. Otonomi daerah, dengan demikian, tidak ada sangkut pautnya dengan kemandirian masyarakat. Sekiranya konsep yang bias admimistratif yang dikembangkan oleh universitas ini ternyata justru menghambat pelembagaan otonomi daerah, tentunya universitas harus dimintai pertanggung jawaban. Disini kita temukan suatu ironi. Dari kerangkan berfikir institusionalistik universitas dan lembaga sejenis memiliki peran besar dalam mendisain atau membubarkan suatu konsep, namun lembaga-lembaga ini terbebas dari akuntabilitas. Dengan berlindung di balik label ‘ilmiah’ atau ‘temuan obyektif’ mereka bisa melakukan dua hal. Pertama, secara leluasa untuk mengusulkan dan merancang disain-disain perubahan. Kedua, terbebas dari pertanggung jawaban politis terhadap implikasi dari perubahan yang dirancangnya.
Kasus: pemaknaan ‘kemandirian’. Dalam rangka mengkaji peranan teknokrasi dalam formula pengembangan otonomi daerah, penulis melakukan serangkaian wawancara dengan para aktor politik lokal di Wonogiri. Hasil wawancara dengan Bupati bisa dijadikan sebagai ilustrasi bagaimana bias keilmuan para pejabat, memiliki implikasi praktis dalam pelembagaan pola penyelenggaraan pemerintahan.
Keterlibatan Bupati sebagai peserta program Magister Administrasi Publik di UGM, memberikan jaminan bahwa beliau kenal betul dengan berbagai konsep yang terkait dengan pola penyelenggaraan pemerintahan. Dalam kaitan ini, internalisasi teori-teori administrasi negara dengan mudah ditunjukkan. Point yang ingin ditunjukkan dalam ilustrasi ini adalah adanya reproduksi bias pemaknaan otonomi daerah sebagai akibat dari internalisasi teori administrasi negara tentang otonomi. Posisi Bupati sengaja dipilih untuk menggarisbawahi bahwa ketika reproduksi bias ini terjadi dalam proses birokrasi yang bersifat hierarkhis dan struktural, maka bias yang dihasilkan juga bersifat struktural.
Bias tersebut terlihat dari “kepatuhan” terhadap kerangka berfikir administratif bahwa otonomi daerah adalah persoalan otonomi pemerintah daerah, dan tidak ada sangkut pautnya dengan otonomi masyarakat. Hal ini terlihat dari cara Bupati memaknai konsep pemberdayaan. Mnurut Bupati pemberdayaan ini maknanya tidak lain adalah peningkatan pendapatan masyarakat. Konsep yang sangat sarat dengan nuansa politis ini ternyata direduksi sedemikian jauh. Konsep ‘pemberdayaan masyarakat’ pada gilirannya berperan sebagai cara baru untuk memaknai arti penting peningkatan pendapatan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebaliknya, keberanian masyarakat untuk berdemonstrasi difahami oleh sang Bupati sebagai tambahan kerumitan masalah, sebagaimana difahami oleh para penguasa Orde Baru. Perbedaannya, kalau di masa lalu toleransi terhadap hal itu sangat sempit, kini toleransinya sangat lebar. Sekali lagi, jargon-jargon baru ternyata berperan sebagai cara baru untuk menggambarkan idealitas lama. Keberanian masyarakat untuk menuntut hak-haknya, atau mengekspresikan kekecewaannya, tidak difahami sebagai ungkapan otonomi masyarakat yang pada gilirannya merupakan elemen penting untuk mengembangkan pola penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Politik Epistemik
Sehubungan dengan sentralitas pemaknaan kata-kata kunci yang terkait dengan pelembagaan good governance, makalah ini berusaha untuk menyorotinya dari segi keterlibatan para ahli. Mereka, selama era Orde Baru, telah memerankan diri sebagai tulang punggung bagi sentralisasikekuasaan dan pelembagaan otoritarianisme. Di era desentralisasi dan pengembangan demokrasi di tingkat lokal sekarang ini, terlihat betul kehausan pemerintah lokal akan peran tanaga ahli tersebut. Menyusul digulirkannya kebijakan otonomi daerah, segeralah mengedepan berbagai bentuk permintaan agar kalangan universitas, dan berbagai simpul pengembangan ilmu pengetahuan lainnya, memfasilitasi aktualisasikan otonomi daerah.
Keterlibatan universitas dan berbagai lembaga pengembangan keilmuan lainnya dalam memfasilitasi proses aktualisasi otonomi dan demokratisasi, meskipun dilakukan sekedar untuk merespon tuntutan-tuntutan yang berkembang, pada dasarnya adalah keterlibatan politis. Universitas, dalam kaitan ini, diharapkan berperan sebagai sendi reformasi. Karena basis kiprah politiknya adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka nuansanya adalah politik epistemik.

PENJELASAN IX PENDANAAN DAN ADMINISTRASI KEGIATAN PNPM MANDIRI PERDESAAN




Pendanaan PNPM Mandiri Perdesaan  bersumber dari  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendanaan tersebut dilakukan melalui proses penyaluran dan pencairan dana.

Pada prinsipnya, semua proses terkait dengan penyaluran dan pencairan  dana PNPM Mandiri Perdesaan di  kecamatan dikelola dan diadministrasikan oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK), sedangkan kegiatan pengelolaan dan pengadministrasian di desa dilaksanakan oleh Tim Pengelola Kegiatan (TPK).

Administrasi kegiatan dimaksud adalah  administrasi kegiatan yang dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, pengendalian kegiatan serta administrasi dan pelaporan keuangan.


9.1.  Pencairan  Dana  PNPM Mandiri Perdesaan

Pencairan dana PNPM Mandiri Perdesaan adalah aliran dana Bantuan   Langsung Masyarakat (BLM) kecamatan yang bersumber dari APBD  melalui Kantor Kas Daerah setempat dan APBN melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan  Negara (KPPN) ke kecamatan.

9.1.1.    Sumber Dana BLM PNPM Mandiri Perdesaan
PNPM Mandiri Perdesaan merupakan program Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah, artinya program ini direncanakan, dilaksanakan dan didanai bersama-sama berdasarkan persetujuan dan kemampuan yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.

Sumber dana  berasal dari:
a.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
b.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah  (APBD)
c.      Swadaya masyarakat
d.      Partisipasi dunia usaha

9.1.2.    Mekanisme Pencairan Dana BLM PNPM Mandiri  Perdesaan
Pencairan dana dari KPPN ke kecamatan dilakukan melalui UPK.   Pencairan  dana BLM  dari APBN dilakukan melalui KPPN ke rekening kolektif dengan nama ”Rekening Bantuan PNPM Mandiri Perdesaan”  pada bank pemerintah setempat atau bank lainnya sesuai keputusan masyarakat. Tata cara dan dokumen yang harus disiapkan dalam proses pencairan dana BLM yang bersumber dari APBN akan diatur secara tersendiri melalui   Peraturan Dirjen Perbendaharaan, Departemen Keuangan serta Peraturan Dirjen PMD, Departemen Dalam Negeri.
Sedangkan pencairan dana BLM yang bersumber dari APBD dilakukan    melalui Kantor Kas Daerah setempat ke rekening kolektif dengan nama “Rekening Bantuan PNPM Mandiri Perdesaan” pada bank pemerintah setempat atau bank lainnya sesuai keputusan masyarakat. Dana yang berasal dari APBD harus dicairkan terlebih dahulu ke rekening kolektif BPNPM di UPK, selanjutnya diikuti dengan pencairan dana yang berasal dari APBN.

Fasilitator Kabupaten  harus memastikan ketersediaan dana tersebut dan ikut memfasilitasi proses pencairannya hingga masuk ke rekening UPK..
Nilai BLM yang akan dicairkan dari Kantor Kas Daerah selanjutnya dicantumkan  dalam Surat Perjanjian Pemberian Dana (SP2D).  Total dana yang akan dicairkan dari Kantor Kas Daerah adalah total nilai sesuai ketentuan  yang akan  digunakan untuk membiayai usulan kegiatan yang telah ditetapkan dalam Surat Penetapan Camat (SPC) di luar beban pajak daerah.

Rekening Bantuan PNPM Mandiri Perdesaan dapat berupa rekening Giro ataupun rekening Tabungan. Rekening tersebut dibuka dengan spesimen tanda tangan:(1) Ketua UPK, (2) Fasilitator Kecamatan, dan (3) Wakil Masyarakat yang telah ditetapkan dalam Musyawarah Antar Desa (MAD). Setiap pergantian personil dari ketiga pihak tersebut harus dilakukan penggantian spesimen tanda tangan. Apabila terjadi pergantian Fasilitator Kecamatan dalam satu kabupaten, maka sambil menunggu penetapan dapat dilakukan penggantian spesimen sementara dengan mengalihkannya kepada Fasilitator Kabupaten.


9.2.Penyaluran Dana PNPM Mandiri Perdesaan

Penyaluran dana PNPM Mandiri Perdesaan adalah aliran dana PNPM Mandiri Perdesaan dari rekening kolektif di UPK ke desa melalui Tim Pengelola Kegiatan (TPK) sesuai dengan rencana kegiatan dan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu.

9.2.1.    Mekanisme Penyaluran  Dana PNPM Mandiri Perdesaan
a.    Sebelum penyaluran dana ke desa dilakukan, maka dibuat Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB) antara UPK dan TPK yang diketahui oleh camat dan tiap-tiap kepala desa. SPPB memuat jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

Lampiran dokumen kegiatan prasarana sarana meliputi :
-   Gambaran umum desa;
-   Peta desa yang menunjukkan lokasi kegiatan;
-   Peta sosial desa berdasarkan hasil penggalian gagasan;
-   Hasil penggalian gagasan berdasarkan kalender musim;
-   Hasil pemetaan Rumah Tangga Miskin (RTM);
-   Hasil verifikasi usulan desa;
-   Gambar rencana teknis yang dinyatakan layak oleh Fasilitator Kecamatan atau Fasilitator Kabupaten.;
-   Formulir masalah dampak lingkungan;
-   Rencana Anggaran Biaya Detail;
-   Copy kontrak pengadaan bahan dan material serta sewa alat berat;
-   Foto 0% dari prasarana yang akan dibangun/direnovasi;
-   Jadwal pelaksanaan;
-   Surat pernyataan TPK yang menyatakan telah menerima swadaya sesuai dengan yang dicantumkan dalam usulan desa;
-   Surat pernyataan sanggup memelihara prasarana yang akan dibangun.

Lampiran dokumen kegiatan simpan pinjam dan peningkatan kualitas hidup     lainnya, yaitu: 
-   Hasil pemetaan RTM;
-   Peta sosial desa dan lokasi penerima manfaat;
-   Hasil penggalian gagasan dengan kalender musim;
-   Daftar penerima manfaat, besarnya nilai manfaat (SPP dan beasiswa), dan jangka waktu pengembalian pinjaman (SPP);
-   Rencana teknis pelaksanaan kegiatan (penyaluran dana beasiswa, pelatihan, posyandu, pemberian makanan tambahan,dan lain-lain.);
-   Jadwal pengembalian untuk kegiatan simpan pinjam;
-   Sanksi yang telah disepakati baik dalam musyawarah kelompok, Musdes maupun MAD;
-   Swadaya kelompok;

b.    Dokumen pengajuan tersebut  diperiksa kelengkapan dan keabsahannya oleh UPK dan Fasilitator Kecamatan. Kemudian UPK menyiapkan slip penarikan dari rekening kolektif dan Kuitansi-2 (KW-2).

c.    Penyaluran dana dari UPK ke TPK harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan jadwal pelaksanaan kegiatan desa. Kebutuhan dan jadwal pelaksanaan kegiatan desa selanjutnya dituangkan dalam Rencana Penggunaan Dana (RPD) yang disiapkan oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) dan TPK tiap-tiap desa untuk selanjutnya diverifikasi oleh UPK dan Fasilitator Kecamatan  di kecamatan.

d.    Setiap pengajuan penyaluran dana, TPK harus menyampaikan Laporan Penggunaan Dana (LPD) dari RPD sebelumnya disertai dengan bukti-bukti pertanggungjawabannya.

e.    Sebelum penyaluran dana terakhir, TPK dan  KPMD  membuat Surat Kesanggupan Menyelesaikan Pekerjaan (SKMP) yang ditandatangani oleh TPK dan KPM.

f.     Setelah kegiatan selesai 100 persen dan sebelum dilaksanakan Musyawarah Desa Serah Terima (MDST), terlebih dahulu harus dilakukan sertifikasi oleh Fasilitator Kecamatan terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.

g.    Sebelum dilakukan MDST, dokumen-dokumen pencairan dan penggunaan dana harus sudah lengkap, diisi dengan benar sesuai dengan fakta penggunaannya.


9.3.Administrasi Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan

9.3.1.    Administrasi  dan Pelaporan Keuangan UPK
Administrasi dan pelaporan keuangan UPK adalah kegiatan untuk mencatat/merekam semua kejadian/transaksi terkait dengan pengelolaan keuangan di UPK mulai  tahap penyusunan rencana anggaran, pembukuan sampai penyusunan laporan keuangan. Pengadministrasian dan pelaporan keuangan di tingkat kecamatan merupakan salah satu tugas utama UPK. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mendorong transparansi dan akuntabilitas khususnya dalam pengelolaan keuangan. Oleh sebab itu, dibutuhkan pencatatan yang jelas, cermat dan akurat serta didukung oleh bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya pencatatan semua transaksi keuangan sampai dengan penyusunan laporan keuangan dilakukan dengan menggunakan formulir standar keuangan yang terdiri dari buku kas harian,  buku bank, buku inventaris, laporan arus dana, neraca, laporan  operasional keuangan, laporan perkembangan pinjaman dan laporan kolektibilitas  sesuai  formulir PTO. Apabila dalam perjalanannya, UPK membutuhkan sistem pencatatan transaksi lebih kompleks, maka dapat dikembangkan  sistem pencatatan double entry (jurnal, buku besar, lembar kerja neraca hingga menjadi neraca saldo dan sebagainya).

Jenis-jenis Administrasi Keuangan dan Dana Bergulir UPK adalah sebagai berikut:
a.    Buku Kas Harian
Buku kas harian adalah buku untuk mencatat semua transaksi harian baik pemasukan maupun pengeluaran yang berkaitan dengan uang tunai. Sesuai dengan penggolongan jenis dana yang dikelolanya, di UPK terdapat 5 jenis buku kas harian yaitu buku kas harian Dana Operasional Kegiatan (DOK), buku kas harian Bantuan PNPM Mandiri Perdesaan, buku kas harian Operasional UPK, buku kas harian Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan buku kas harian Simpan Pinjam Kelompok Perempuan  (SPP).

b.    Buku Bank
Buku bank adalah buku untuk mencatat semua transaksi  baik pemasukan maupun pengeluaran yang berkaitan dengan uang di bank. Sesuai dengan penggolongan jenis dana dan rekening yang dikelolanya, di UPK terdapat 5 jenis buku bank yaitu buku bank DOK, buku bank Bantuan PNPM Mandiri Perdesaan, buku bank Operasional UPK, buku bank UEP dan buku bank SPP.

c.    Buku Inventaris
Buku inventaris adalah buku untuk mencatat semua pembelian barang inventaris UPK yang mencakup waktu pembelian, jumlah unit, harga perolehan termasuk nilai penyusutannya.

d.    Kartu Kredit/Pinjaman Kelompok
Kartu Kredit Kelompok adalah kartu untuk mencatat setiap penerimaan angsuran dari kelompok oleh UPK. Dalam kartu ini tercantum jadwal pembayaran dan besarnya angsuran. Kartu ini bisa juga berfungsi sebagai bukti pembayaran disamping  kuitansi penerimaan uang.
         
         Jenis-jenis Pelaporan Keuangan UPK adalah sebagai berikut:

a.    Laporan Arus Dana
Laporan arus dana adalah laporan yang menggambarkan tentang sumber, penggunaan dan perubahan dana dalam satu periode tertentu.
Yang dimaksud dengan sumber dana disini adalah semua dana yang masuk ke UPK selain dana bergulir (revolving fund), seperti BLM dan DOK, termasuk juga penerimaan bunga bank dari rekening BLM dan rekening DOK.
Penggunaan dana adalah setiap pengeluaran dana yang terkait dengan penyaluran BLM ke desa, penyaluran BLM menjadi operasional UPK serta seluruh penggunaan dana DOK, termasuk pengeluaran pajak dan administrasi bank yang timbul pada rekening BLM dan DOK.
Sedangkan perubahan dana adalah perubahan posisi saldo awal  dan saldo akhir dana karena adanya transaksi (dana masuk – dana keluar) yang terjadi dalam periode tertentu.

b.    Neraca
Neraca adalah laporan yang menjelaskan posisi keuangan UPK per tanggal tertentu (akhir bulan atau akhir tahun/Desember XX).

c.    Laporan Operasional Keuangan UPK
Laporan operasional keuangan adalah laporan yang menggambarkan pendapatan dari pengembalian jasa pinjaman, bunga bank yang diterima, dan lain-lain serta biaya operasional/non operasional UPK yang terjadi selama satu periode.

   Jenis-jenis Pelaporan Dana Bergulir UPK adalah sebagai berikut:
a.    Laporan Perkembangan Pinjaman
b.    Laporan Kolektibilitas
c.    Laporan Pinjaman Bermasalah
d.    Laporan Perkembangan Kelompok
e.    Laporan Jenis Kegiatan Kelompok
f.     Laporan Pemetaan UPK
g.    Laporan Penilaian Kesehatan UPK
h.    Laporan Keuangan UPK Microfinance

Secara lebih terperinci, laporan-laporan ini akan dijelaskan pada Penjelasan X PTO tentang Pengelolaan Dana Bergulir.



Informasi keuangan yang lengkap dan benar dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, pemantauan dan  evaluasi serta pengendalian kinerja. Secara eksternal, penggunaan sistem akuntasi keuangan yang standar dan dapat diperiksa kebenarannya akan menjadi instrumen pembangun kepercayaan masyarakat dan bukti bahwa UPK telah mengelola keuangan secara tertib dan dapat dipertanggungjawabkan.

 
 






 



9.3.2.    Administrasi Proses Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di UPK (Non-
Keuangan)
Administrasi proses kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan adalah kegiatan untuk mencatat/merekam  semua kejadian/peristiwa yang berkaitan dengan proses PNPM Mandiri Perdesaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pengendalian kegiatan. Pengadministrasian ini dilakukan agar semua proses kegiatan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dievaluasi.
Secara umum, jenis-jenis dokumen proses kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dikelompokan menjadi dokumen perencanaan, dokumen persiapan pelaksanaan, dokumen administrasi pelaksanaan, dokumen administrasi penyelesaian, dokumen pemantauan dan evaluasi, dokumen pemeliharaan serta pelaporan sesuai  Buku Formulir PTO PNPM Mandiri Perdesaan.

9.3.3.    Pengelolaan Kearsipan/Dokumen UPK
UPK  diwajibkan menyimpan seluruh dokumen PNPM Mandiri Perdesaan baik  dokumen Keuangan  ataupun Non – Keuangan. Seluruh  dokumen yang ada adalah  milik negara, oleh karena itu mengingat pentingnya dokumen-dokumen tersebut maka setiap penghilangan atau penggelapan dokumen mempunyai konsekuensi hukum sesuai dengan hukum yang berlaku.

Dalam pengelolaan dokumen, penggolongan dapat mengacu pada pola yang dianggap baik, sederhana, lengkap serta mudah dalam pencariannya.

Pola pengelolaan dokumen PNPM Mandiri Perdesaan secara  sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

a.    Dokumen proses kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan adalah semua dokumen yang berkaitan dengan proses PNPM Mandiri Perdesaan mulai perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pengendalian kegiatan. Penyusunan dokumen ini berdasarkan  urutan kegiatan dan atau menurut nama desa.
b.    Dokumen  keuangan adalah semua  pencatatan  yang berkaitan dengan transaksi  keuangan serta bukti-bukti transaksi/kuitansi baik asli ataupun fotocopy yang mencakup seluruh transaksi  dari mulai tahapan  pengajuan dana ke KPPN, pencairan hingga penyaluran dana ke  desa melalui TPK. Dokumen keuangan diantaranya: dokumen perencanaan keuangan, dokumen pencairan meliputi Surat Perintah Membayar (SPM), Surat Permintaan Pembayaran Pembangunan (SPP), Surat Permintaan Pembayaran (SP2), Berita Acara Penggunaan Dana Kegiatan (BAPDK), Laporan Penggunaan Dana Kegiatan (LPDG), Kuitansi-1 (KW-1) dan Surat Kesanggupan Menyelesaikan Pekerjaan (SKMP),    bukti transaksi (nota , faktur dan kuitansi, dan sebagainya), semua buku rekening, semua buku catatan transaksi keuangan, semua laporan keuangan, dan sebagainya. Untuk dokumen penyaluran dan perencanaan keuangan disusun dalam file tersendiri secara terpisah. Sedangkan untuk dokumen bukti transaksi keuangan disusun berdasarkan waktu kejadiannya dan dikumpulkan dalam file menurut nama bulan.
c.    Dokumen kegiatan  pengelolaan dana bergulir adalah seluruh dokumen yang menyangkut kegiatan pinjaman dan identitas peminjam,  terdiri dari daftar peminjam berikut kartu identitas, kartu pinjaman, buku pinjaman, laporan perkembangan kelompok, laporan jenis kegiatan/usaha, laporan pinjaman bermasalah dan sebagainya. Penyusunan dokumen ini berdasarkan nama kelompok peminjam.
d.    Foto-foto kegiatan diarsipkan untuk mendukung dokumen-dokumen kegiatan  dan disusun sesuai dengan tahapan kegiatan.

Pengelolaan dokumen tersebut menjadi tanggung jawab pengurus UPK dibawah fasilitasi serta pengawasan oleh Fasilitator Kecamatan  dan PjOK. Setiap peminjaman dan pengembalian dokumen harus diadministrasikan dengan baik. Demikian juga, setiap ada pergantian pengurus UPK  harus dilakukan serah terima dokumen. Dokumen PNPM Mandiri Perdesaan tidak dibenarkan disimpan di rumah perseorangan, kecuali untuk maksud penyelamatan dalam kondisi tertentu dengan sepengetahuan dan persetujuan masyarakat.


9.4.Administrasi Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Desa

9.4.1.    Administrasi dan  Pelaporan Keuangan TPK
Administrasi dan pelaporan keuangan TPK adalah kegiatan untuk mencatat/merekam semua kejadian/transaksi terkait dengan pengelolaan keuangan di TPK  mulai dari tahap penyusunan rencana anggaran, pembukuan sampai penyusunan laporan keuangan. Pengadministrasian dan pelaporan keuangan di tingkat desa merupakan salah satu tugas utama TPK. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mendorong transparansi dan akuntabilitas khususnya dalam pengelolaan keuangan. Oleh karena itu dibutuhkan pencatatan yang jelas, cermat dan akurat serta didukung oleh bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya pencatatan semua transaksi keuangan sampai dengan penyusunan laporan keuangan dilakukan dengan menggunakan formulir standar keuangan yang terdiri dari buku kas harian,  laporan penggunaan dana, laporan fisik dan biaya, laporan penyaluran dana kegiatan pendidikan, kesehatan dan SPP serta laporan sumber dana dan penggunaan sesuai  formulir PTO.

a.    Buku Kas Umum
Buku kas umum adalah buku untuk mencatat semua transaksi pemasukan (pencairan dana dari UPK) dan pengeluaran (pembayaran untuk kegiatan prasarana sarana, kesehatan, pendidikan, SPP, dan peningkatan kapasitas kelompok usaha) yang bersifat tunai di TPK.

b.    Buku Kas Khusus
Buku kas khusus adalah buku untuk mencatat semua transaksi berdasarkan jenis kegiatan, mencakup buku kas operasional TPK, buku kas kegiatan prasarana sarana, buku kas kegiatan pendidikan, buku kas kegiatan kesehatan dan buku kas peningkatan  kapasitas kelompok usaha.

c.    Buku Material (BM)
Buku material adalah tempat mencatat material/bahan yang telah diterima dan bahan/material yang telah dibayar. Buku material berguna untuk menyiapkan RPD, menyiapkan pembayaran, mengendalikan pengadaan agar sesuai target, dan mengevaluasi pengadaan bahan. Bentuk buku material sesuai dengan format Buku Material (BM) yang terdapat dalam buku formulir. BM dibuat oleh Sekretaris TPK, ditutup setiap bulan mengikuti buku kas. Setiap penutupan harus diperiksa oleh ketua TPK, dan Fasilitator Kecamatan. Nomor bukti yang dicatat dalam BM adalah nomor bukti penerimaan barang.

d.    Rencana  Penggunaan Dana (RPD)
RPD adalah suatu dokumen yang memuat rencana kebutuhan dana yang akan dialokasikan untuk membiayai kegiatan sesuai dengan jadwal dan target pelaksanaan kegiatan. RPD memuat rencana kebutuhan bahan, alat, upah dan kebutuhan untuk penyaluran kegiatan SPP, pendidikan, kesehatan dan peningkatan kapasitas kelompok usaha serta nilai uang yang akan dibelanjakan. Besarnya nilai RPD tidak harus sama setiap tahapan. Setelah disusun oleh TPK, RPD harus diperiksa  oleh KPM dan Tim Pemantau serta diketahui oleh kepala desa. Selanjutnya RPD tersebut diajukan ke UPK untuk diverifikasi oleh  UPK,  Fasilitator Kecamatan dan PjOK sebelum mendapatkan persetujuan pencairan dana.

e.    Laporan Penggunaan Dana (LPD)
LPD adalah suatu dokumen yang memuat pertanggungjawaban TPK untuk setiap dana yang telah dicairkan dari UPK berdasarkan RPD yang disetujui sebelumnya.  LPD dibuat oleh TPK dan disetujui oleh Kepala Desa sebelum diserahkan ke UPK untuk diperiksa oleh UPK, Fasilitator Kecamatan dan PjOK. LPD yang diajukan harus dilampiri dengan bukti-bukti transaksi pembayaran yang dapat dipertanggungjawabkan.

9.4.2.    Administrasi Proses Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di TPK (Non
Keuangan)
Administrasi proses kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di TPK  adalah kegiatan untuk mencatat/merekam  semua kejadian/peristiwa yang berkaitan dengan proses PNPM Mandiri Perdesaan khususnya di desa tersebut,  mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan.

Secara umum, jenis-jenis dokumen proses kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dikelompokan menjadi dokumen perencanaan, dokumen persiapan pelaksanaan, dokumen administrasi pelaksanaan, dokumen administrasi penyelesaian, dokumen pemantauan dan evaluasi, dokumen pemeliharaan serta pelaporan sesuai yang terdapat pada Buku Formulir PTO PNPM Mandiri Perdesaan.

 

9.4.3.    Pengelolaan Kearsipan/Dokumen TPK
TPK dan kepala desa diwajibkan menyimpan seluruh dokumen PNPM Mandiri Perdesaan  baik dokumen Keuangan   ataupun Non – Keuangan. Seluruh dokumen yang ada adalah  milik negara, oleh karena itu mengingat pentingnya dokumen tersebut maka setiap penghilangan atau penggelapan dokumen mempunyai konsekuensi hukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
           
Dalam pengelolaan dokumen, penggolongan dapat mengacu pada pola yang dianggap baik, sederhana, lengkap dan mudah dalam pencariannya.

Pola pengelolaan dokumen PNPM Mandiri Perdesaan di TPK secara  sederhana dapat dilakukan dengan menggolongkan dan menyusun dokumen berdasarkan tahapan kegiatan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pengendalian kegiatan. Sedangkan untuk dokumen keuangan seperti bukti transaksi dapat disusun berdasarkan waktu kejadian  dan dikumpulkan dalam satu file menurut bulan.

Foto-foto kegiatan  dapat diarsipkan untuk mendukung dokumen-dokumen kegiatan  dan disusun sesuai dengan tahapan kegiatan.




















Hal-hal Penting dalam

Pengelolaan Keuangan oleh TPK


·           Pembayaran insentif harus diberikan secara langsung kepada setiap orang yang bekerja, baik sistim upah harian  maupun sistim borongan/target.

·           TPK tidak boleh mengeluarkan biaya untuk konsultan dan fasilitator, UPK, seluruh aparat pemerintah dan seluruh unsur yang terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan.

·           Pembayaran kepada pemasok (supplier) dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan disepakati dalam kontrak pengadaan bahan atau kontrak sewa. Fasilitator Kecamatan dan kabupaten harus memantau proses kemajuan pengadaan tersebut.

·           Dana Kas PNPM Mandiri Perdesaan dilarang dipegang/dititipkan kepada pihak manapun juga atau disimpan dalam rekening manapun. Dana tersebut hanya boleh dipegang Bendahara sebagai Kas TPK, dengan mengupayakan agar dana kas tersebut tidak terlalu besar dan tidak terlalu lama ada pada bendahara. Oleh karena itu, berapa besaran dana yang dipegang oleh bendahara harus mempertimbangkan rencana pengeluarannya baik dari segi waktu maupun jumlah (kapan dan berapa). Semua penerimaan dan pengeluaran harus segera dibukukan.

·           Bukti-bukti pembayaran yang telah dijilid dalam berkas LPD harus dikirim ke UPK dalam rangka pengajuan pencairan dana. UPK dan Fasilitator Kecamatan  wajib untuk memeriksa arsip dan pembukuan TPK secara berkala (minimal mingguan), dan dapat meminta fotocopy bukti pembayaran dalam rangka tugasnya sebagai pengendali dan pembina TPK.

·           Untuk menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, UPK dan TPK diwajibkan untuk mempublikasikan laporan keuangan. Publikasi dapat dilakukan  melalui  forum-forum musyawarah  yang melibatkan masyarakat, baik forum resmi sesuai tahapan PNPM Mandiri Perdesaan  maupun forum formal/informal lainnya atau dimuat dalam papan informasi yang ditempatkan di lokasi yang mudah diakses oleh masyarakat.