KEUSKUPAN
AGUNG ENDE-KEVIKEPAN BAJAWA
PAROKI
ST. HUBERTUS WEKASEKO
REFLEKSI
TOP
FR.
YOHANES CAPESTRANO TAWA
PAROKI
ST. HUBERTUS WEKASEKO
2012
REFLEKSI TOP
Menjalankan masa TOP (Tahun
Orientasi Pastoral) adalah sebuah refleksi hidup yang harus dimaknai dengan
baik oleh seorang calon imam. Perjalanan hidup, ziarah batin dan karya hidup
disatukan dalam refleksi hidup seorang yang terpanggil. Panggilan untuk menjadi
seorang imam adalah sebuah pilihan yang direfleksikan sebagai sebuah perjuangan
hidup yang selama ini diperjuangkan. Namun, sebelum menjadi seorang imam,
haruslah terlebih dahulu menjadi orang baik karena pribadi yang baik
menggabarkan siapa calon imam itu ketika berada di tengah umat. Saya pun merasa
berbangga diri dengan pilihan yang telah saya refleksikan ini. Dua tahun
mengabdikan diri dalam sebuah pembinaan adalah sebuah partisipasi dalam
menjalankan panggilan ini. Namun, pilihan untuk menjalankan TOP ini adalah
sebuah panggilan yang harus saya laksanakan. Merefleksikan perjalanan TOP
selama kurang lebih dua tahun membawa saya untuk belajar memahami panggilan
menjadi seorang calon imam sekaligus menjadi tolak ukur untuk menakar masa
depan yang lebih baik. Berhadapan dengan semua proses ini, saya pun bersyukur
karena dapat memberikan diri serta kemampuan bagi kebutuhan umat dan juga bagi
kebutuhan panggilan pribadi saya. Ada begitu banyak hal yang telah saya
laksanakan dan perjuangkan selama menjalankan masa TOP ini. Semuanya saya
refleksikan dalam beberapa aspek berikut:
·
Kepribadian
dan Relasi Sosial
Selama menjalankan masa TOP di Paroki St. Hubertus
Wekaseko, saya sungguh mengalami bahwa saya diterima dengan segala kelebihan
dan kekurangan. Saya berusaha untuk bersikap, berkata dan berpikir dengan baik
tanpa harus menyinggung perasaan orang lain. Singkatnya, saya berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan situasi dan kebutuhan umat. Umat memberikan kesempatan
kepada saya untuk membagi pengalaman sekaligus belajar tentang perjuangan hidup
yang dijalankan setiap hari. Saya bersyukur karena tidak perlu waktu lama untuk
mengenal watak dan sikap umat. Kurang lebih satu minggu berada di paroki
Wekaseko, saya sudah merasakan keakraban dengan umat sekitar paroki. Namun,
pelan tapi pasti akhirnya saya bisa mengenal umat dari lima stasi yang ada di
Paroki Wekaseko. Dalam pergaulan setiap hari, saya berusaha untuk memaknai dan
memberi arti akan identitas yang saya miliki sekarang ini sehingga dalam pergaulan
saya tidak terlalu dekat dan juga tidak terlalu akrab. Pergaulan saya melampaui
segala jenis umur, baik itu anak-anak, orang muda dan orang tua. Dari pergaulan
ini saya lebih dekat dengan anak-anak, orang muda dan orang tua dari stasi
pusat karena setiap hari saya dapat bersenda gurau bersama mereka baik dalam
kegiatan resmi maupun hanya sekadar “singgah untuk minum kopi”. Namun,
keseringan berada di rumah umat membuat saya kurang “ada” di pastoran, hal ini
disebabkan komunikasi dengan pastor pembimbing kurang berjalan dengan baik
ataupun saya kurang menyibukan diri dengan tugas-tugas yang ada di Paroki.
Berhadapan dengan keluarga pastoran, saya merasakan
adanya perbedaan ketika masih berada di TOP tahun pertama dengan TOP tahun
kedua. Mungkin saya harus lebih merefleksikan segala hal yang terjadi di
pastoran sebagai bahan pembelajaran. Pergaulan dengan para pegawai kantor
sangatlah terjalin dengan baik khususnya dalam urusan secretariat paroki, ada
kerjasama dalam melayani kebutuhan umat dan paroki. Namun pergaulan dengan
pastor pembimbing dan para karyawati-karyawan di tahun kedua ini terasa belum
begitu nampak. Antara saya dengan pastor pembimbing belum ada keterbukaan dan
komunikasi yang baik ( selalu mengambil posisi diam-diam saja) serta
“seolah-olah” ada dua keluarga pastoran yakni pastor pembimbing dan para
karyawati-karyawan dan kelurga pastoran kedua adalah Frater sendiri. Hal ini
mengakibatkan “seolah-olah” kehadiran Frater kurang dibutuhkan.
Merefleksikan pergaulan bersama dengan sesama yang
berada di sekitar, saya tetap menjaga pola hidup sederhana, ketaatan dan
selibat sebagai tiga nasihat Injil, artinya saya hadir di tengah umat salah
satunya untuk belajar hidup sederhana, belajar untuk mentaati segala ajaran,
perintah dan nasihat serta menjalankan pola hidup selibat. Oleh karena itu
dalam pergaulan di tengah umat saya tetap
membawa semangat Injil itu. Kiranya semangat Injil tetap menemani
perjalanan hidup sehingga saya mampu untuk merefleksikan pola hidup dalam
segala tutur kata, perbuatan dan pikiran demi terwujudnya masa depan yang
cerah.
·
Kerohanian
Salah satu aspek yang saya laksanakan selama masa
TOP ini yakni aspek kerohanian. Aspek rohani adalah kewajiban yang harus
dimiliki oleh seorang calon imam karena dari aspek inilah seorang calon imam
dapat menjalin relasi dengan Tuhan dan sesama. Selama menjalankan masa TOP ini,
saya menjalankan pola hidup rohani dengan baik; doa pribadi dan mengikuti
perayaan ekaristi. Namun doa brevir tidak pernah saya lakukan. Ketika berada di
tengah umat, saya sungguh-sungguh merasakan bahwa umat sangat mencintai hidup
doa, selalu ada waktu bagi umat ketika mereka ingin untuk berdoa di gereja.
Secara pribadi, saya membangun semangat doa dikalangan umat ketika saya harus
memimpin sebuah rekoleksi atau retret dengan membagikan pengalaman tentang
pentingnya hidup doa. Hal ini membuat saya lebih banyak berefleksi dan saya
bersyukur kian hari saya mampu mengembangkan kemampuan untuk merefleksikan
segala hal secara khusus merefleksikan Kitab Suci dan menghayati kehidupan
liturgis. Selama menjalankan masa TOP ini, saya juga diberi kesempatan untuk
memberikan renungan kepada umat. Hal ini saya lakukan setiap hari minggu di
stasi ataupun kesempatan dalam ibadat bersama umat di KUB-KUB.
·
Intelektual
Sejak masih di bangku sekolah menengah, saya dikenal
oleh kebanyakan teman-teman sebagai siswa yang memiliki intelek yang pas-pas
saja, grafiknya naik turun. Hingga berada di seminari tinggi, saya masih
seperti “yang dulu”. Saya mengambil hal-hal yang positif dari sekian banyak
pengalaman yang terjadi dan saya bersyukur semua pengalaman itu menghantar saya
untuk lebih memahami akan sebuah panggilan hidup yang direncanakan Tuhan.
Kurang lebih dua tahun menjalankan masa TOP di Paroki St. Hubertus
Wekaseko,saya mengalami bagaimana pengalaman dan pengetahuan yang saya dapatkan
dari seminari menengah sampai seminari tinggi dapat saya terapkan dengan baik.
Namun, pengalaman dan pengetahuan itu hanya berlaku ketika saya tampil waktu
ibadat, memberikan renungan, dan bekerja
bersama di pastoran selain itu saya menghabiskan waktu hanya di dalam kamar
karena apa yang saya dapatkan di bangku kuliah tidak tersalur dengan baik.
Dalam mengisi waktu luang di pastoran, saya terkadang hanya membaca di kamar
sampai akhirnya berakhir di tempat tidur. Awal TOP saya diberikan kesempatan
untuk menjalankan tahun pertama sebagai tahun pastoral dimana saya menghabiskan
banyak waktu bersama umat untuk mengenal lebih jauh kehidupan umat dari tiap
stasi serta belajar untuk memahami kebutuhan mereka. Memasuki tahun kedua, saya
tetap melakukan hal yang sama seperti di tahun pertama. Bagi saya, belajar dari
kehidupan gereja dan masyarakat adalah penting untuk saat ini. Namun seiring
bertambanya waktu, saya melewatkannya dengan kekecewaan. Untuk mengatasi rasa kecewa
ini, saya mencoba untuk terjun kepada hobi yang selama ini saya geluti yakni
menulis dan bermain musik. Ini bukan
bakat saya tetapi saya bisa mendapatkan semuanya ini ketika berada di medan
TOP. Hasilnya saya cukup mampu untuk mengerti dan bisa untuk mengembangkannya.
Untuk semuanya ini, saya sungguh berbangga karena apa yang sebenarnya tidak
saya miliki ternyata saya peroleh di medan TOP dan apa yang tidak bisa
disalurkan dapat tersalur melalui hal-hal yang positif dan berdaya guna untuk
masa depan saya selanjutnya.
·
Pastoral
dan Karyanya
Menjalankan kegiatan pastoral selama kurang lebih
dua tahun ini, telah memberikan banyak pengalaman bagi saya. Dalam kegiatan
pastoral saya selalu berhadapan dengan perasaan susah dan senang. Namun saya
bersyukur karena selalu ada nilai lebih dari segala kegiatan pastoral yang saya
lakukan. Ada dua kegiatan pastoral yang saya jalankan di paroki St. Hubertus
Wekaseko yakni pastoral kedalam dan pastoral keluar. Menjalankan dua jenis
pastoral ini, saya sungguh memperoleh banyak pengalaman baik dari lingkungan
pastoran maupun dari lingkungan masyarakat. Pertama, pastoral keluar.berhadapan
dengan pastoral keluar, saya tidak menjalankan setiap tugas atas inisiatif
sendiri, melainkan melalui suruhan atau perintah dari pastor pembimbing. Namun
terdapat tugas-tugas yang sudah pasti diberikan kepada saya ataupun yang
menjadi inisiatif pribadi yakni memimpin ibadat di stasi, katakese, pembinaan
dan misa KUB bersama pastor pembimbing. Berhadapan dengan tugas-tugas ini, saya
sungguh menikamati dan menjalankannya dengan senang hati dan bertanggung jawab.
Untuk semuanya itu, saya berbangga dan bersyukur karena saya bisa memberikan
sesuatu untuk diri dan umat serta bisa menghasilkan nilai yang bermanfaat bagi
saya dan umat. Kedua, pastoral kedalam. Saya bisa mengalami situasi
kekeluargaan yang terjadi lingkungan pastoran. Di pastoran saya tidak mempunyai
tugas khusus, baik atas inisiatif sendiri maupun atas suruhan atau perintah
pastor pembimbing. Dalam menjalankan kegiatan di pastoran, saya biasa membantu
pegawai secretariat dalam mengetik surat atau dalam memperbanyak bahan untuk
keperluan paroki. Sejauh ini saya melaksanakan semua tugas itu atas permintaan
dari pegawai secretariat dan saya bersyukur karena bisa membantu mereka.
Berkaiatan dengan kegiatan besar paroki, saya mengambil inisiatif untuk bekerja
bersama dengan anggota dewan ataukah dengan orang muda yang saya minta bantuan.
Dalam kegiatan besar ini antara saya dan pastor pembimbing kurang terlihat
adanya kerjasama. Saya cenderung aktif dan partisipatif dalam kegiatan besar
paroki sedangkan dalam kegiatan harian bersama di pastoran saya tidak terlibat
aktif. Namun dari banyaknya kegiatan pastoral kedalam ataupun keluar, saya
mendapatkan banyak hal baru yang selama ini tidak pernah saya dapatkan dan
pelajari di bangku kuliah dan untuk semuanya itu saya sangat berbangga karena
bisa melakukannya dan mengembangkannya secara baik dan benar.
·
Lain-Lain
Pada bagian ini, saya ingin menambahkan beberapa hal
yang kiranya sangat penting untuk direfleksikan. Pertama, salah satu hal yang
terdapat dalam tiga nasihat Injil yakni kemiskinan/kesederhanaan. Berkaitan
dengan point ini, saya ingin memberikan gambaran tentang bagaimana saya
berusaha untuk mengatur dan mengolah pola hidup sehingga sampai saat ini saya
bisa mensyukuri semua pemberian itu. Selama menjalankan masa TOP di paroki
Wekaseko, saya bisa menjalankan tugas dan mengembangkannya berkat dukungan dari
umat. Saya memulai dan mengadakan keperluan hidup mulai dari tabungan pribadi
ketika baru beberapa bulan berada di paroki Wekaseko. Selain dari tabungan
pribadi saya mendapat uang saku dari paroki dengan jumlah yang mencukupi untuk
memenuhi keperluan sehari-hari. Selain itu, dari uang yang saya miliki, saya
mengembangkannya dengan ikut dalam kegiatan arisan kelompok sehingga
perlahan-lahan saya bisa menabung uang dalam jumlah yang cukup besar. Dari uang
inilah saya bisa membeli kebutuhan jasmani berupa pakaian dan alat-alat
teknologi untuk membantu saya dalam kerja di secretariat paroki. Saya pun
bersyukur karena saya bisa menghasilkan sesuatu dari kerja yang saya lakukan. Di
samping itu, dalam Paguyuban Fraters Kevikepan Bajawa, saya dipercayakan oleh
teman-teman untuk menjadi bendahara. Dan untuk segala kebutuhan pastoral,
berkaiatan dengan kunjungan pastoral ataukah retret, kami mengambilnya dari kas
yang kami kumpulkan setiap bulannya.
Selain kepemilikan barang dan keuangan, saya patut
bersyukur pula karena dalam jarak yang cukup jauh saya bisa menyempatkan waktu
untuk bertemu dengan sanak saudara dan kenalan. Selama menjalani masa TOP di
paroki Wekaseko, saya beberapa kali mendapat tugas pastoral keluar paroki dan
kevikepan. Tugas itu merupakan tugas paroki yang harus saya jalankan. Namun di
sela-sela waktu pastoral itu, saya mengambil waktu untuk berkunjung ke keluarga
dimana saya berpastoral dan biasanya saya mengambil waktu satu hari sebelum
saya kembali ke paroki. Bagi saya perjumpaan atau kunjungan itu memberikan arti
yang bermakna; saya bisa membagi pengalaman, suka-duka hidup di paroki dan juga
mengetahui kebersamaan dan persaudaraan di antara keluarga. Akhirnya saya bisa
memahami dan memaknai arti bagaimana saya harus hidup bersama dengan umat dan
bagaimana saya harus menjalani hidup bersama umat dan keluarga, karena dari
merekalah saya mampu untuk menemukan masa depan.
Tahun
Orientasi Rohani (TOP) bukanlah menjadi titik akhir perjalanan hidup saya. Saya
masih mempunyai banyak tahun untuk berkarya, untuk mengembangkan diri dan untuk
berorientasi kearah yang lebih baik. Orientasi yang saya bangun selama berada
di seminari menengah, seminari tinggi dan medan TOP bukanlah menjadi bukti
bahwa saya telah cukup matang untuk bisa mengembangkan diri, saya masih punya
banyak orientasi hidup yang belum terlaksana. Oleh karena itu, saya masih harus
terus belajar dari setiap pengalaman hidup agar mampu mencapai cita-cita. Beberapa aspek penting yang saya
refleksikan: Kepribadian dan Relasi Sosial, Kerohanian, Intelektual dan
Pastoral adalah beberapa point yang kiranya dapat menuntun segala perjalanan
hidup saya kedepan. Saya akan terus belajar dari pengalaman-pengalaman yang
saya dapatkan dan memaknainya sebagai guru yang terbaik untuk masa depan.
Tuhan
Memberkati…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar