Minggu, 15 April 2012

REFLEKSI TOP FR. YOHANES CAPESTRANO TAWA


KEUSKUPAN AGUNG ENDE-KEVIKEPAN BAJAWA
PAROKI ST. HUBERTUS WEKASEKO
REFLEKSI TOP
FR. YOHANES CAPESTRANO TAWA
PAROKI ST. HUBERTUS WEKASEKO
2012

REFLEKSI TOP
Menjalankan masa TOP (Tahun Orientasi Pastoral) adalah sebuah refleksi hidup yang harus dimaknai dengan baik oleh seorang calon imam. Perjalanan hidup, ziarah batin dan karya hidup disatukan dalam refleksi hidup seorang yang terpanggil. Panggilan untuk menjadi seorang imam adalah sebuah pilihan yang direfleksikan sebagai sebuah perjuangan hidup yang selama ini diperjuangkan. Namun, sebelum menjadi seorang imam, haruslah terlebih dahulu menjadi orang baik karena pribadi yang baik menggabarkan siapa calon imam itu ketika berada di tengah umat. Saya pun merasa berbangga diri dengan pilihan yang telah saya refleksikan ini. Dua tahun mengabdikan diri dalam sebuah pembinaan adalah sebuah partisipasi dalam menjalankan panggilan ini. Namun, pilihan untuk menjalankan TOP ini adalah sebuah panggilan yang harus saya laksanakan. Merefleksikan perjalanan TOP selama kurang lebih dua tahun membawa saya untuk belajar memahami panggilan menjadi seorang calon imam sekaligus menjadi tolak ukur untuk menakar masa depan yang lebih baik. Berhadapan dengan semua proses ini, saya pun bersyukur karena dapat memberikan diri serta kemampuan bagi kebutuhan umat dan juga bagi kebutuhan panggilan pribadi saya. Ada begitu banyak hal yang telah saya laksanakan dan perjuangkan selama menjalankan masa TOP ini. Semuanya saya refleksikan dalam beberapa aspek berikut:
·         Kepribadian dan Relasi Sosial
Selama menjalankan masa TOP di Paroki St. Hubertus Wekaseko, saya sungguh mengalami bahwa saya diterima dengan segala kelebihan dan kekurangan. Saya berusaha untuk bersikap, berkata dan berpikir dengan baik tanpa harus menyinggung perasaan orang lain. Singkatnya, saya berusaha untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan kebutuhan umat. Umat memberikan kesempatan kepada saya untuk membagi pengalaman sekaligus belajar tentang perjuangan hidup yang dijalankan setiap hari. Saya bersyukur karena tidak perlu waktu lama untuk mengenal watak dan sikap umat. Kurang lebih satu minggu berada di paroki Wekaseko, saya sudah merasakan keakraban dengan umat sekitar paroki. Namun, pelan tapi pasti akhirnya saya bisa mengenal umat dari lima stasi yang ada di Paroki Wekaseko. Dalam pergaulan setiap hari, saya berusaha untuk memaknai dan memberi arti akan identitas yang saya miliki sekarang ini sehingga dalam pergaulan saya tidak terlalu dekat dan juga tidak terlalu akrab. Pergaulan saya melampaui segala jenis umur, baik itu anak-anak, orang muda dan orang tua. Dari pergaulan ini saya lebih dekat dengan anak-anak, orang muda dan orang tua dari stasi pusat karena setiap hari saya dapat bersenda gurau bersama mereka baik dalam kegiatan resmi maupun hanya sekadar “singgah untuk minum kopi”. Namun, keseringan berada di rumah umat membuat saya kurang “ada” di pastoran, hal ini disebabkan komunikasi dengan pastor pembimbing kurang berjalan dengan baik ataupun saya kurang menyibukan diri dengan tugas-tugas yang ada di Paroki.
Berhadapan dengan keluarga pastoran, saya merasakan adanya perbedaan ketika masih berada di TOP tahun pertama dengan TOP tahun kedua. Mungkin saya harus lebih merefleksikan segala hal yang terjadi di pastoran sebagai bahan pembelajaran. Pergaulan dengan para pegawai kantor sangatlah terjalin dengan baik khususnya dalam urusan secretariat paroki, ada kerjasama dalam melayani kebutuhan umat dan paroki. Namun pergaulan dengan pastor pembimbing dan para karyawati-karyawan di tahun kedua ini terasa belum begitu nampak. Antara saya dengan pastor pembimbing belum ada keterbukaan dan komunikasi yang baik ( selalu mengambil posisi diam-diam saja) serta “seolah-olah” ada dua keluarga pastoran yakni pastor pembimbing dan para karyawati-karyawan dan kelurga pastoran kedua adalah Frater sendiri. Hal ini mengakibatkan “seolah-olah” kehadiran Frater kurang dibutuhkan.
Merefleksikan pergaulan bersama dengan sesama yang berada di sekitar, saya tetap menjaga pola hidup sederhana, ketaatan dan selibat sebagai tiga nasihat Injil, artinya saya hadir di tengah umat salah satunya untuk belajar hidup sederhana, belajar untuk mentaati segala ajaran, perintah dan nasihat serta menjalankan pola hidup selibat. Oleh karena itu dalam pergaulan di tengah umat saya tetap  membawa semangat Injil itu. Kiranya semangat Injil tetap menemani perjalanan hidup sehingga saya mampu untuk merefleksikan pola hidup dalam segala tutur kata, perbuatan dan pikiran demi terwujudnya masa depan yang cerah.
·         Kerohanian
Salah satu aspek yang saya laksanakan selama masa TOP ini yakni aspek kerohanian. Aspek rohani adalah kewajiban yang harus dimiliki oleh seorang calon imam karena dari aspek inilah seorang calon imam dapat menjalin relasi dengan Tuhan dan sesama. Selama menjalankan masa TOP ini, saya menjalankan pola hidup rohani dengan baik; doa pribadi dan mengikuti perayaan ekaristi. Namun doa brevir tidak pernah saya lakukan. Ketika berada di tengah umat, saya sungguh-sungguh merasakan bahwa umat sangat mencintai hidup doa, selalu ada waktu bagi umat ketika mereka ingin untuk berdoa di gereja. Secara pribadi, saya membangun semangat doa dikalangan umat ketika saya harus memimpin sebuah rekoleksi atau retret dengan membagikan pengalaman tentang pentingnya hidup doa. Hal ini membuat saya lebih banyak berefleksi dan saya bersyukur kian hari saya mampu mengembangkan kemampuan untuk merefleksikan segala hal secara khusus merefleksikan Kitab Suci dan menghayati kehidupan liturgis. Selama menjalankan masa TOP ini, saya juga diberi kesempatan untuk memberikan renungan kepada umat. Hal ini saya lakukan setiap hari minggu di stasi ataupun kesempatan dalam ibadat bersama umat di KUB-KUB.
·         Intelektual
Sejak masih di bangku sekolah menengah, saya dikenal oleh kebanyakan teman-teman sebagai siswa yang memiliki intelek yang pas-pas saja, grafiknya naik turun. Hingga berada di seminari tinggi, saya masih seperti “yang dulu”. Saya mengambil hal-hal yang positif dari sekian banyak pengalaman yang terjadi dan saya bersyukur semua pengalaman itu menghantar saya untuk lebih memahami akan sebuah panggilan hidup yang direncanakan Tuhan. Kurang lebih dua tahun menjalankan masa TOP di Paroki St. Hubertus Wekaseko,saya mengalami bagaimana pengalaman dan pengetahuan yang saya dapatkan dari seminari menengah sampai seminari tinggi dapat saya terapkan dengan baik. Namun, pengalaman dan pengetahuan itu hanya berlaku ketika saya tampil waktu ibadat,  memberikan renungan, dan bekerja bersama di pastoran selain itu saya menghabiskan waktu hanya di dalam kamar karena apa yang saya dapatkan di bangku kuliah tidak tersalur dengan baik. Dalam mengisi waktu luang di pastoran, saya terkadang hanya membaca di kamar sampai akhirnya berakhir di tempat tidur. Awal TOP saya diberikan kesempatan untuk menjalankan tahun pertama sebagai tahun pastoral dimana saya menghabiskan banyak waktu bersama umat untuk mengenal lebih jauh kehidupan umat dari tiap stasi serta belajar untuk memahami kebutuhan mereka. Memasuki tahun kedua, saya tetap melakukan hal yang sama seperti di tahun pertama. Bagi saya, belajar dari kehidupan gereja dan masyarakat adalah penting untuk saat ini. Namun seiring bertambanya waktu, saya melewatkannya dengan kekecewaan. Untuk mengatasi rasa kecewa ini, saya mencoba untuk terjun kepada hobi yang selama ini saya geluti yakni menulis dan  bermain musik. Ini bukan bakat saya tetapi saya bisa mendapatkan semuanya ini ketika berada di medan TOP. Hasilnya saya cukup mampu untuk mengerti dan bisa untuk mengembangkannya. Untuk semuanya ini, saya sungguh berbangga karena apa yang sebenarnya tidak saya miliki ternyata saya peroleh di medan TOP dan apa yang tidak bisa disalurkan dapat tersalur melalui hal-hal yang positif dan berdaya guna untuk masa depan saya selanjutnya.
·         Pastoral dan Karyanya
Menjalankan kegiatan pastoral selama kurang lebih dua tahun ini, telah memberikan banyak pengalaman bagi saya. Dalam kegiatan pastoral saya selalu berhadapan dengan perasaan susah dan senang. Namun saya bersyukur karena selalu ada nilai lebih dari segala kegiatan pastoral yang saya lakukan. Ada dua kegiatan pastoral yang saya jalankan di paroki St. Hubertus Wekaseko yakni pastoral kedalam dan pastoral keluar. Menjalankan dua jenis pastoral ini, saya sungguh memperoleh banyak pengalaman baik dari lingkungan pastoran maupun dari lingkungan masyarakat. Pertama, pastoral keluar.berhadapan dengan pastoral keluar, saya tidak menjalankan setiap tugas atas inisiatif sendiri, melainkan melalui suruhan atau perintah dari pastor pembimbing. Namun terdapat tugas-tugas yang sudah pasti diberikan kepada saya ataupun yang menjadi inisiatif pribadi yakni memimpin ibadat di stasi, katakese, pembinaan dan misa KUB bersama pastor pembimbing. Berhadapan dengan tugas-tugas ini, saya sungguh menikamati dan menjalankannya dengan senang hati dan bertanggung jawab. Untuk semuanya itu, saya berbangga dan bersyukur karena saya bisa memberikan sesuatu untuk diri dan umat serta bisa menghasilkan nilai yang bermanfaat bagi saya dan umat. Kedua, pastoral kedalam. Saya bisa mengalami situasi kekeluargaan yang terjadi lingkungan pastoran. Di pastoran saya tidak mempunyai tugas khusus, baik atas inisiatif sendiri maupun atas suruhan atau perintah pastor pembimbing. Dalam menjalankan kegiatan di pastoran, saya biasa membantu pegawai secretariat dalam mengetik surat atau dalam memperbanyak bahan untuk keperluan paroki. Sejauh ini saya melaksanakan semua tugas itu atas permintaan dari pegawai secretariat dan saya bersyukur karena bisa membantu mereka. Berkaiatan dengan kegiatan besar paroki, saya mengambil inisiatif untuk bekerja bersama dengan anggota dewan ataukah dengan orang muda yang saya minta bantuan. Dalam kegiatan besar ini antara saya dan pastor pembimbing kurang terlihat adanya kerjasama. Saya cenderung aktif dan partisipatif dalam kegiatan besar paroki sedangkan dalam kegiatan harian bersama di pastoran saya tidak terlibat aktif. Namun dari banyaknya kegiatan pastoral kedalam ataupun keluar, saya mendapatkan banyak hal baru yang selama ini tidak pernah saya dapatkan dan pelajari di bangku kuliah dan untuk semuanya itu saya sangat berbangga karena bisa melakukannya dan mengembangkannya secara baik dan benar.
·         Lain-Lain
Pada bagian ini, saya ingin menambahkan beberapa hal yang kiranya sangat penting untuk direfleksikan. Pertama, salah satu hal yang terdapat dalam tiga nasihat Injil yakni kemiskinan/kesederhanaan. Berkaitan dengan point ini, saya ingin memberikan gambaran tentang bagaimana saya berusaha untuk mengatur dan mengolah pola hidup sehingga sampai saat ini saya bisa mensyukuri semua pemberian itu. Selama menjalankan masa TOP di paroki Wekaseko, saya bisa menjalankan tugas dan mengembangkannya berkat dukungan dari umat. Saya memulai dan mengadakan keperluan hidup mulai dari tabungan pribadi ketika baru beberapa bulan berada di paroki Wekaseko. Selain dari tabungan pribadi saya mendapat uang saku dari paroki dengan jumlah yang mencukupi untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Selain itu, dari uang yang saya miliki, saya mengembangkannya dengan ikut dalam kegiatan arisan kelompok sehingga perlahan-lahan saya bisa menabung uang dalam jumlah yang cukup besar. Dari uang inilah saya bisa membeli kebutuhan jasmani berupa pakaian dan alat-alat teknologi untuk membantu saya dalam kerja di secretariat paroki. Saya pun bersyukur karena saya bisa menghasilkan sesuatu dari kerja yang saya lakukan. Di samping itu, dalam Paguyuban Fraters Kevikepan Bajawa, saya dipercayakan oleh teman-teman untuk menjadi bendahara. Dan untuk segala kebutuhan pastoral, berkaiatan dengan kunjungan pastoral ataukah retret, kami mengambilnya dari kas yang kami kumpulkan setiap bulannya.
Selain kepemilikan barang dan keuangan, saya patut bersyukur pula karena dalam jarak yang cukup jauh saya bisa menyempatkan waktu untuk bertemu dengan sanak saudara dan kenalan. Selama menjalani masa TOP di paroki Wekaseko, saya beberapa kali mendapat tugas pastoral keluar paroki dan kevikepan. Tugas itu merupakan tugas paroki yang harus saya jalankan. Namun di sela-sela waktu pastoral itu, saya mengambil waktu untuk berkunjung ke keluarga dimana saya berpastoral dan biasanya saya mengambil waktu satu hari sebelum saya kembali ke paroki. Bagi saya perjumpaan atau kunjungan itu memberikan arti yang bermakna; saya bisa membagi pengalaman, suka-duka hidup di paroki dan juga mengetahui kebersamaan dan persaudaraan di antara keluarga. Akhirnya saya bisa memahami dan memaknai arti bagaimana saya harus hidup bersama dengan umat dan bagaimana saya harus menjalani hidup bersama umat dan keluarga, karena dari merekalah saya mampu untuk menemukan masa depan.
            Tahun Orientasi Rohani (TOP) bukanlah menjadi titik akhir perjalanan hidup saya. Saya masih mempunyai banyak tahun untuk berkarya, untuk mengembangkan diri dan untuk berorientasi kearah yang lebih baik. Orientasi yang saya bangun selama berada di seminari menengah, seminari tinggi dan medan TOP bukanlah menjadi bukti bahwa saya telah cukup matang untuk bisa mengembangkan diri, saya masih punya banyak orientasi hidup yang belum terlaksana. Oleh karena itu, saya masih harus terus belajar dari setiap pengalaman hidup agar mampu          mencapai cita-cita. Beberapa aspek penting yang saya refleksikan: Kepribadian dan Relasi Sosial, Kerohanian, Intelektual dan Pastoral adalah beberapa point yang kiranya dapat menuntun segala perjalanan hidup saya kedepan. Saya akan terus belajar dari pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan dan memaknainya sebagai guru yang terbaik untuk masa depan.
Tuhan Memberkati…
                                                                                                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar